Ahmad Rifa’i Rif’an, dalam bukunya Saudagar Langit (Membongkar 5 Kunci Kesuksesan Bisnis Manusia-Manusia Langit), menyebutkan, sekali duduk, Abdurrahman bin Auf mengeluarkan sedekah Rp 64 Miliar. Umar bin Khattab menerima passive income Rp 2,8 Triliun per tahun dari bisnis properti. Ustman bin Affan ra mewariskan properti sepanjang wilayah Aris dan Khaibar. Bahkan mahar pernikahan Muhammad dengan Khadijah tidak tanggung-tanggung: Rp 500 juta.
‘’Mereka manusia-manusia langit memilih jalur entrepreneur untuk meraih rejeki. Mereka memutar nasib menuju sukses. Mereka menerapkan karakter pebisnis sejati. Mereka melipatgandakan keajaiban dengan pertolongan langit, dan mereka pun membeli surga dengan duit,’’ tutur penulis.
Kelima ‘’kunci pertolongan dari langit’’ itu adalah: Menerapkan Prophetic Mindset dalam bisnis, Memasuki sembilan dari sepuluh gerbang kekayaan, Trik ‘’mengubah’’ takdir, Relevansi al-amin dengan bisnis di zaman edan, dan Mengundang pertolongan langit dengan mengikutsertakan ‘‘tangan-tangan’’ gaib untuk menggapai keajaiban.
Forum Zakat (FOZ), dalam Musyawarah Nasional V di Surabaya, merumuskan Kode Etik Amil Zakat Indonesia yang memuat prinsip-prinsip dan aturan-aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian pelayanan/jasa dan pengelolaan zakat oleh amil zakat.
Prinsip Etika Amil Zakat meliputi: Tanggungjawab profesional, Melayani kepentingan publik, Integritas setinggi mungkin, Menjaga netralitas dan obyektivitas sehingga bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, Kompetensi dan kehati-hatian profesional, Menjaga kerahasiaan informasi, dan Berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Adapun Standar Umum Amil Zakat meliputi: Integritas dan Obyektivitas, Kompetensi Profesional, Perencanaan yang Memadai, Tanggung Jawab kepada Muzakki, Tanggung Jawab kepada Mustahik, Kerahasiaan Mustahik,Tanggung Jawab kepada lembaga sejenis, Tanggung Jawab kepada Publik, dan Transparansi.
Dalam hal ini saya pun menekankan faktor kejujuran yang harus dimiliki para fundraiser. Kemudian orientasinya bukan pada besaran hasil kerja, namun keberkahan yang dicapai. Semua itu tersimpul dalam prinsip 4-As: Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Ikhlas, dan Kerja Tuntas.
Sesungguhnya nilai-nilai ini layak menjadi standar etik pribadi bukan saja untuk fundraiser, tapi juga profesi-profesi lain.
Untuk Anda-Anda yang baru mengawali sebagai pekerja, pebisis, atau profesional, camkanlah. Mental yang kuat, disertai etika yang bagus, dan diimbangi kemampuan inovasi dan kreativitas, niscaya akan mengantarkan Anda mencapai kesuksesan.
#Wisatahati.com
0 komentar:
Posting Komentar